Selasa, 02 Maret 2010

FISIOLOGI ALAT INDERA

A. Visus (Tajam Penglihatan)
1. Tajam Penglihatan
Secara teoritis, cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika difokuskan ke retina akan menjadi bayangan yang sangat kecil. Namun, karena susunan lensa mata yang tidak sempurna, bintik di retina biasanya mempunyai diameter total kera-kira 11 mikrometer walaupun sistem optiknya masih sangat baik. Bintik itu paling terang di bagian tengah dan mengabur ke arah tepi.

Diameter rata-rata konus yang terdapat di kerucut retina, yang merupakan bagian tengah retina tempat terbentuknya penglihatan yang paling tajam, besarnya kira-kira 1,5 mikrometer, yakni sepertujuh diameter titik cahaya. Namun, oleh karena titik cahaya itu mempunyai bagian tengah yang terang dan bagian tepi yang gelap, maka kita baru dapat membedakan dua titik yang terpisah bila bagian tengah dari kedua titik itu mempunyai jarak pada retina sebesar kira-kira 2 mikrometer, di mana jarak ini sedikit lebih besar daripada lebar konus yang ada di bagian kerucut.

Pada mata manusia dengan ketajaman penglihatan normal, sudut yang digunakan untuk membedakan dua titik sumber cahaya adalah 26 detik arc. Jadi bila berkas cahaya yang berasal dari dua titik terpisah itu mengenai mata dengan sudut antara kedua titik paling sedikit 25 detik, maka biasanya kedua titik itu dapat dikenali sebagai dua titik, bukan sebagai satu titik. Ini berarti bahwa orang yang mempunyai ketajaman normal sewaktu melihat dua titik terang yang diletakkan 10 meter darinya, maka ia sulit membedakan kedua titik itu sebagai dua titik yang terpisah bila terpisah 1,5 sampai 2 milimeter.

Fovea mempunyai diameter kurang dari 0,5 milimeter (kurang dari 500 mikrometer), yang berarti bahwa ketajaman penglihatan maksimal dapat terjadi pada hanya 2 derajat lapang pandangan. Di luar area fovea, tajam penglihatan akan berkurang secara progresif sampai sepuluh kali lipat, dan semakin ke arah perifer akan semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara sebagian sel batang dan kerucut dengan serabut saraf yang sama di nonfovea, yaitu bagian yang lebih perifer pada retina (Guyton, Hall, 2008).

Tajam penglihatan merupakan indikasi primer dari kesehatan mata dan sistem penglihatan. Tajam penglihatan didefinisikan sebagai objek terkecil yang dapat dipisahkan oleh mata dengan memberikan jarak pada objek tersebut. Tajam penglihatan ditunjukkan sebagai pecahan di mana pembilang merupakan ukuran objek dan penyebut merupakan jarak penglihatan dalam kaki atau meter. Tajam penglihatan dapat menurun karena gangguan refraksi, penyakit atau cedera okular, dan atau penyakit neurologis. (DuBois, 2006).

2. Sudut Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan prosedur sederhana berdasarkan prinsip optik kompleks yang normal. Tes tersebut menunjukkan bagaimana mata membedakan ukuran dan bentuk objek dalam aksis penglihatan. Aksis penglihatan normal mengandung media bersih (kornea, aqueous, lensa, dan vitreous) yang memfokuskan cahaya ke fovea retina. Bayangan jatuh fovea dan retina perifer dan kemudian diproses di sistem saraf untuk menghasilkan sensasi yang kita kenal sebagai penglihatan.

Sudut penglihatan didefinisikan sebagai sudut di mana berkas cahaya pada bagian terjauh objek mencapa retina dan diukur dengan derajat atau menit arc. Pada jarak tertentu, objek yang besar membentuk sudut yang besar, objek yang sama membentuk sudut yang lebih besar ketika didekatkan dengan mata. Detail dari objek membuatnya dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, ”E” dan ”H” dapat terlihat sama jika detailnya berada dalam batas terluar bentuk tersebut tidak ditentukan oleh mata. Mata dapat menentukan detail dari objek ketika objek tersebut dapat dibedakan dengan leluasa dalam bagian terpisah dari objek tersebut. Objek minimum yang dapat ditentukan oleh mata manusia yakni sekitar 1 menit arc.

Simbol atau optotipi (huruf, angka, gambar, dan lain-lain) digunakan dalam grafik tajam penglihatan standar dibentuk sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari simbol membentuk sudut 1 menit arc dan seluruh bagian simbol membentuk sudut 5 menit arc. Tes standar berjarak terjauh 20 kaki (6 meter) atau terdekat 14 inci. Karena jarak pemeriksaan sudah merupakan suatu ketetapan, ukuran dari objek pada grafik bervariasi untuk menggambarkan perbedaan tingkat kemampuan penglihatan (DuBois, 2006).

3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda dapat ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu.

Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah objek secara kuantitatif ditentukan dengan 2 cara :
1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit). Ini merupakan tajam penglihatan resolusi. Disebut juga resolusi minimum tajam penglihatan.
2. Dengan fraksi Snellen. Ini ditentukan dengan menggunjakan huruf atau cincin Landolt atau objek ekuivalen lainnya.

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki). Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan.

4. Pemeriksaan Visus Satu Mata
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan di mana mata hanya membedakan 2 titik tersebut membentuk 1 menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap 5 menit.
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda 30 berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter, sehingga sudut tersebut pada prang normal akan dapat dilihat dengan jelas.

Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang seperti :

- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
- Bila pasien hanya dapat membaca pada baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien ialah 6/50.
- Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atu menentukan jumlah jari yang diperhatikan pada jarak 3 meter maka dinyatakan tajam 3/60. dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.

Hal di atas dapat dilakukan apda orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi tidak mungkin dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatan.

Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding mata yang lainnya.

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kaca mata. Bila penglihatannya berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka apabila melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabur (Ilyas, 2004).


2. Refraksi dan Koreksinya
a. Refraksi dan Lensa
Cahaya berjalan dalam garis lurus dan dapat dengan mudah dihambat oleh setiap objek tidak tembus pandang. Seperti suara, cahaya dapat dibelokkan, dipantulkan terhadap permukaan suatu benda. Refleksi (bayangan) cahaya dari suatu objek di lingkungan kita bertanggung jawab terhadap sebagian besar cahaya yang masuk ke dalam mata kita.
Ketika cahaya berjalan dalam sebuah medium, kecepatan cahaya tersebut tetap. Tetapi ketika cahaya tersebut berjalan dari satu medium transparan ke medium transparan lainnya dengan densitas berbeda, kecepatannya berubah. Cahaya semakin cepat ketika melewati medium dengan densitas yang lebih rendah dan melambat ketika melewati medium dengan densitas yang lebih tinggi. Karena perubahan kecepatan ini, pembelokkan atau refraksi dari cahaya terjadi ketika cahaya ini bertemu dengan permukaan dari medium yang berbeda pada sudut lebih miring daripada sudut sebenarnya (garis lurus).

Lensa adalah objek transparan dengan salah satu atau kedua permukaannya melengkung. Karena cahaya mencapai lengkungan lensa pada sebuah sudut, maka cahaya tersebut direfraksikan. Jika permukaan lensa konveks, yakni paling tebal pada pusatnya, seperti kamera lensa, cahaya dibelokkan sehingga cahaya tersebut mengalami konvergensi (berkumpul) atau berpotongan pada titik tunggal yang disebut focal point. Umumnya, semakin tebal (semakin konveks) lensa, cahaya semakin dibelokkan dan semakin pendek jarak fokal (jarak antara lensa dengan focal point). Gambar yang dibentuk lensa konveks, disebut gambar riil, terbalik atas dan bawah serta kanan dan kiri. Lensa konkaf, yang memiliki ketebalan lensa di tepi daripada di tengah, mendivergensi cahaya (dibelokkan ke luar) sehingga cahaya bergerak saling berpisah. Sebagai konsekuensinya, lensa konkaf mencegah cahaya dari fokus dan menjauhkan jarak fokal.

Proses Memfokuskan Cahaya pada Retina
Ketika cahaya berjalan dari udara ke mata, cahaya tersebut bergerak melalui retina, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor, dan kemudian berjalan melalui seluruh ketebalan lapisan neural dari retina untuk merangsang fotoreseptor yang berbatasan dengan lapisan pigmen. Selama perjalanan ini. cahaya dibelokkan tiga kali : ketika memasuki retina dan ketika masuk dan keluar dari lensa. Kekuatan refraktori dari kedua humor (aqueous dan vitreous) dan kornea konstan. Di sisi lain, lensa sangat elastik, dan kelengkungan dan kekuatan pembelokkan cahayanya dapat secara aktif diubah untuk memungkinkan terjadinya pemfokusan cahaya yang baik dari suatu bayangan.

Pemfokusan pada Penglihatan Jauh

Mata kita beradaptasi paling baik (mengatur fokus) untuk penglihatan jauh. Untuk melihat objek jauh, kita hanya membutuhkan membidikkan kedua mata kita sehingga keduanya terfiksasi pada titik yang sama. Titik jauh dari penglihatan adalah jarak suatu objek di mana tidak ada perubahan dalam bentuk lensa (akomodasi) yang dibutuhkan untuk memfokuskan cahaya. Untuk mata normal atau emetropik, titik jauh yakni 6 meter (20 kaki)

Setiap objek yang dapat dilihat dapat dikatakan mengandung banyak titik kecil, dengan cahaya menyebar keluar di seluruh arah dari tiap titik. Karena objek jauh terlihat kecil, cahaya dari objek pada atau di luar titik jauh penglihatan mendekati mata sebagai cahaya yang hampir paralel dan difokuskan dengan tepat pada retina oleh aparat refraktoris yang tetap (kornea dan kedua humor) dan lensa istirahat. Selama penglihatan jauh, otot siliaris relaksasi sempurna, dan lensa (tertarik mendatar oleh tegangan pada zonula siliar) pada keadaan paling tipis. Oleh sebab itu, lensa berada dalam keadaan kekuatan refraksi terendahnya. Otot siliaris relaksasi ketika input simpatis yang masuk meningkat dan parasimpatis menurun.

Pemfokusan pada Penglihatan Dekat

Cahaya dari objek kurang dari 6 meter jauh menyimpang (divergen) ketika mendekati mata dan cahaya tersebut mendatangi titik fokus pada jarak lebih jauh dari lensa. Jadi, penglihatan dekat membutuhkan penyesuaian dari mata. Untuk mengembalikan fokus, tiga proses (akomodasi lensa, konstriksi pupil, dan konvergensi bola mata) harus terjadi secara simultan.

Akomodasi lensa mata

Akomodasi adalah proses yang meningkatkan kekuatan refraksi dari lensa mata. Karena kontraksi otot siliar, badan siliar tertarik ke anterior dan masuk ke arah pupil dan menghasilkan tegangan pada zonula siliar (zonula zinii). Karena tidak ada tarikan pada lensa, lensa yang elastik tadi mengkerut dan menggembung, menyediakan jarak fokal yang lebih pendek yang dibutuhkan untuk memfokuskan bayangan objek dekat pada retina mata. Kontraksi dari otot siliar dikontrol oleh serat parasimpatis pada nervus okulomotorius.

Titik terdekat di mana kita dapat memfokuskan secara jelas disebut jarak dekat penglihatan, dan menggambarkan penggembungan maksimum lensa yang dapat dicapai. Pada orang dewasa muda dengan penglihatan emetropik, titik dekatnya yakni 10 cm (4 inci) dari mata. Titik ini lebih dekat pada anak-anak dan berangsur-angsur turun sesuai dengan usia. Hal ini menjelaskan mengapa anak dapat menahan buku mereka sangat dekat dengan wajah mereka sedangkan orang yang tua harus mempertahankan surat kabar pada jarak satu hasta. Penurunan akomodasi yang berangsur-angsur sesuai dengan umur menggambarkan penurunan elastisitas lensa mata. Pada kebanyakan orang dengan usia di atas 50 tahun, lensa mata tidak berakomodasi, kondisi yang dikenal sebagai presbiopia.

Konstriksi pupil

Otot sfingter pupil pada iris meningkatkan efek akomodasi dengan menurunkan ukuran pupil hingga 2 mm. Refleks akomodasi pupil ini dimediasi oleh serat parasimpatis dari nervus okulomotorius, mencegah banyak cahaya divergen masuk ke mata. Sejumlah cahaya berjalan melalui batas ekstrim dari lensa dan tidak difokuskan dengan baik, sehingga dapat menyebabkan pandangan kabur.

Konvergensi Kedua Bola Mata

Tujuan penglihatan yakni selalu menjaga objek terlihat terfokus pada fovea retina. Ketika kita melihat objek jauh, kedua mata secara langsung lurus melihat pada satu sisi pada derajat yang sama, tetapi ketika kita memandang apda objek dekat, kedua mata kita berkonvergensi. Konvergensi, dikontrol oleh serat motorik somatik pada nervus okulomotor, yakni gerakan rotasi medial pada kedua mata oleh muskulus rektus medial sehingga masing-masing secara langsung menhadap pada objek yang dilihat. Semakin dekat objek, semakin besar derajat konvergensi yang dibutuhkan. Membaca atau kegiatan yang menuntut penglihatan dekat lainnya membutuhkan akomodasi, konstriksi pupil, dan konvergensi secara terus-menerus. Hal ini menjelaskan mengapa membaca dalam waktu lama melelahkan otot mata dan dapat menyebabkan kelelahan mata (eyestrain) (Marieb, Hoehn, 2007






Gambar : Pemfokusan pada penglihatan jauh dan dekat (Marieb, Hoehn, 2007).


B. Pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).

Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural / sensorineural deafness ( perseptif) serta tuli campur / mixed deafness (Soepardi et al, 2007).
Tuli konduktif disebabkan oleh hal yang mengganggu hantaran normal daripada gelombang suara ke organ Corti. Jadi merupakan gangguan konduksi rangsangan suara melalui liang telinga, membran timpani, ruang telinga tengah, dan tulang pendengaran (Hassan et al, 2007).

Pada telinga luar misalnya prop serumen atau benda asing dalam liang telinga, otitis eksterna, eksostosis. Pada telinga tengah misalnya OMA supurativa dan nonsupurativa, otitis media kronik dengan atau tanpa mastoiditis, perforasi membrana timpani, otitis media serosa (glue ear), otitis media adesiva, otosklerosis, sumbatan tuba Eustachii, barotrauma, trauma kepala disertai gangguan fungsi telinga oleh ossicular chain disruption atau oleh hematoma dalam telinga tengah, neoplasma (Hassan et al, 2007).

Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam, nervus VIII atau di pusat pendengaran (Soepardi et al, 2007). Tuli saraf disebabkan oleh hal yang merintangi atau mengurangi reaksi normal dari sel rambut terhadap stimulasi oleh gelombang suara atau hal yang merintangi / mengganggu reaksi normal dari jalan serabut saraf organ Corti ke korteks serebral (Hassan et al, 2007).
Kerusakan pada saraf atau koklea dapat disebabkan oleh trauma kepala disertai kerusakan os petrosus, trauma akustik misalnya ketulian akibat bising di pabrik, infeksi (virus pada parotitis, campak, influenza dan sebagainya), neoplasma (akustik neuroma, glomus jugulare), obat ototoksik (streptomisin, kanamisin, preparat kina), gangguan serebrovaskular (Hassan et al, 2007).

Tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat merupakan suatu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif) (Soepardi et al, 2007).

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, sedangkan dengan menggunakan audiometer merupakan tes kuantitatif (Soepardi et al, 2007).

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).

Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan (Soepardi et al, 2007).

1. Tes Rinne
Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan, kemudian ditempelkan pada tulang mastoid sampai pendengar tidak mendengar lagi, lalu dipindahkan ke depan liang telinga. Disini akan terdengar lagi oleh karena hantaran udara lebih baik daripada melalui tulang. Ini disebut Rinne positif. Bila ada gangguan aliran udara disebut Rinne negatif. Rinne positif terdapat pada orang normal dan pada penderita gangguan saraf (neurosensoris). Rinne negatif terdapat pada gangguan aliran udara (tuli konduktif), misalnya di daerah membran timpani, serumen pada liang telinga, kerusakan tulang pendengaran, dan sebagainya (Hassan et al, 2007).

2. Tes Weber
Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan (Soepardi et al, 2007).
Caranya yaitu garpu tala digetarkan dan diletakka di verteks, kemudian dibandingkan pendengara telinga kanan dan kiri. Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama (tidak ada lateralisasi). Bila ada gangguan konduksi, terjadi lateralisasi ke arah telinga yang sakit. Bila ada gangguan saraf, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat. Hasil dinyatakan sebagai lateralisasi ke kanan / ke kiri atau lateralisasi negatif (Hassan et al, 2007).

3. Tes Schwabach
Tes Schwabach ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal (Soepardi et al, 2007).
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa (Soepardi et al, 2007).

4. Tes Bing (tes Oklusi)
Cara pemeriksaan yaitu tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif (Soepardi et al, 2007).

5. Tes Stenger
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli) (Soepardi et al, 2007).
Cara pemeriksaan dengan menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap menengar bunyi (Soepardi et al, 2007).

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit Memanjang Tuli konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif

C. Keseimbangan

Keseimbangan adalah suatu keadaan yang menunjukkan konsentrasi cairan dalam tubuh atau posisi tubuh dalam suatu ruangan. Keseimbangan dalam tubuh kita di atur oleh sel-sel rambut didalam cairan pada daerah vestibular dan kanalis semisirkularis telinga dalam.

Aparatus vestibular merupakan organ yang mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini terdiri atas suatu sistem tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus dari tulang temporal yang disebut labirin tulang dan dalam labirin tulang ada sistem membran dan ruangan yang disebut labirin membranosa. Aparatus vestibularis ini memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dengan gerakan-gerakan mata dan postur tubuh. Aparatus vestibular terdiri dari dua set struktur yang terletak didalam tulang temporalis di dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit ( utrikulus dan sakulus). Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Semua aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi angular atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik atau memutar kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis smisirkularis, sel-sel rambut disetiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan yang terletak diampula. Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa yaitu kupula, yang menonjol kedalam endolimfe didalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan.

Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak memgikuti gerakan kepala. Namun, cairan didalam kanalis, yang tidak melekat ketengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tinggal dibelakang karena adanya inersia (kelembaman). Ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakkan kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam didalamnya. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali keposisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri begerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut-rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.

1. Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan bolak-balik mata yang involunter dan ritmik. Nistagmus vestibular adalah nistagmus yang disertai rasa puyeng (vertigo). Pada kerusakan dilabirin terjadi nistagmus dengan komponen cepat kearah kontralateral dari lesi, sedang arah salah tunjuk (past pointing) dan jatuh kesisi lesi. Nistagmus vestibular biasanya tidak menetap atau berlalu (menghilang setelah beberapa waktu).

Nistagmus vestibular dapat bersifat horizontal, vertikal atau rotatoar. Nistagmus vertikal menunjukkan adanya lesi di batang otak, yaitu didaerah mesensefalon atau medula oblongata. Nistagmus horizontal dapat terlihat pada lesi di tegmentum pons dan mesensefalon. Nistagmus horizontal rotatoar atau rotatoar dapat dijumpai pada lesi di medula oblongata (sringobulbi, sindrom wallenberg). Nistagmus sikap ialah nistagmus yang terjadi atau bertambah hebat pada posisi tertentu dari kepala.
Nistagmus dapat disebabkan oleh lesi ditraktus vestibuloserebelar, vermis atau pedunkulus serebeli inferior. Ia dapat juga disebabkan oleh rusaknya hubungan antara serebelum dengan pusat-pusat lain atau lesi serebelum sendiri. Nistagmus dapat pula disebabkan oleh terganggunya koordinasi otot-otot mata, jadi merupakan asinergia serebeli. Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia difiksasi pada satu jurusan menjadi berubah-ubah, yaitu bola mata bergerak secara spontan lambat keposisi semula dan seterusnya bolak-balik. Hal ini disebut nistagmus (gerak ritmik bola mata). Untuk memeriksanya, mata pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa yang di gerakkan ke saming kiri, kanan, atas dan bawah. Perhatikan adanya nistagmus dan tentukan apakah ada komponen lambat dan cepat.

2. Tes Penyimpangan Penunjukan (Past Pointing Test Of Barany)
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah informasinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.

3. Tes Jatuh
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir pada bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian terdapat tiga pasang kanalis : horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior kanan dan posterior kiri-posterior kanan. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan dalam bidang horisontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut-serabut aferen dari kanalis horisontal kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi

D. Pengecapan
Kemoreseptor untuk sensasi pengecapan terkemas dalam papil-papil pengecap, yang di dalam rongga mulut dan tenggorokan dengan persentase terbesar berada di permukaan atas lidah. Sebuah papil pengecap terdiri atas sejumlah reseptor. Setiap papil pengecap memiliki sebuah lubang kecil, pori-pori pengecap, tempat berkontaknya cairan dalam mulut dengan permukaan sel reseptor.

Sel-sel reseptor pengecapan adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan permukaan, atau mikrovili, yang sedikit menonjol melalui pori-pori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan ke isi mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor-reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul-molekul zat kimia di lingkungan. Pengikatan suatu zat kimia dengan sel reseptor menyebabkan perubahan saluran-saluran ion dan menimbulkan depolarisasi potensial reseptor. Potensial reseptor ini kemudian memulai potensial aksi di ujung-ujung terminal serat saraf aferen yang bersinaps dengan reseptor tersebut.

Rasa asin distimulasi oleh kimiawi garam, khususnya NaCl (garam dapur). Masuknya ion positif Na+ kedalam reseptor spesifik Na+ didalam membran sel reseptor, hal ini mereduksi sikap negativitas dalam sel, dan ini dipercaya bertanggung jawab atas depolarisasi sel reseptor terhadap respon garam.

Rasa asam disebabkan oleh asam yang dimana mengandung ion hidrogen bebas, H+. asam sitrat, kandungan yang ada dalam lemon, merupakan sebuah rasa asam yang nyata dalam lemon. Depolarisasi sel reseptor oleh rasa asam disebabkan ion H+ memblok kanal kalium dalam membran sel reseptor. Hasilnya terdapat penurunan pergerakan pasif dari ion positif kalium keluar sel dan oleh sebab itu, mengurangi sifat negativitas sel dan hal ini mengakibatkan terjadinya depolarisasi.

Rasa manis ditimbulkan oleh konfigurasi glukosa. Molekul organik lain yang mirip, seperti sakarin, aspartam dan pemanis buatan lainnya, juga dapat berinteraksi dengan reseptor manis. Pengikatan molekul glukosa atau molekul lainnya dengan reseptor sel perasa, mengaktifkan protein G, yang menyebabkan cAMP second messenger bekerja. Mekanisme second messenger ini berakibat fosforilasi dan menghambat kanal kalium yang menyebabkan depolarisasi membran.

Rasa pahit didapatkan dari bermacam-macam grup kimiawi, contohnya golongan alkaloid (seperti kafein, nikotin, strikinin, morfin dan turunan toksik lainnya), substansi yang beracun, terasa pahit, hal ini mungkin menjadi mekanisme pertahanan untuk meminimalisasikan ingesti bahan-bahan yang berpotensi bahaya. Studi menunjukkan bahwa bahan-bahan ini melalui beberapa mekanisme pada sel reseptor. Protein G yang teridentifikasi dalam salah satu mekanisme rangsangan adalah gustdusin.

Setiap sel reseptor berespons, dalam tingkat yang berbeda-beda , terhadap keempat rasa utama tersebut. Keanekaragaman diskriminasi rasa yang halus di luar keempat rasa utama bergantung pada perbedaan samar dalam pola-pola stimulasi semua papil pengecap sebagai respons terhadap berbagai zat. Persepsi rasa juga dipengaruhi oleh informasi yang berasal dari reseptor lain, terutama bau. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengecapan adalah suhu dan tekstur makanan serta faktor psikologis yang berkaitan dengan pengalaman terdahulu mengenai makanan yang bersangkutan.